Selasa, 22 November 2016

Suprarasional Doa

Bagi orang beragama, di bawah alam sadarnya tersimpan keyakinan, bahwa ada kekuatan lain melebihi kekuatan normal dirinya sebagai manusia biasa. yaitu kekuatan supra rasional Tuhan. Kekuatan tuhan melebihi segala-galanya, hingga termaktub dalam salah satu asm’ul husna yaitu al quwwah (kekuatan).
Kekuatan supra ini dipersiapkan oleh Allah untuk seorang hamba yang gemar mengetuknya melalui gerbang pintu ijabah dengan kunci do’a. tradisi agama berdo’a agaknya sama tuanya dengan keberadaan manusia di muka bumi ini, ajaran berdo’ sudah ada sejak masa Adam as, saat makan buah terlarang kemudian berdo’a kepada Allah memohon ampunan (QS.6:23). Pendek kata, berdo’a adalah salah satu senjata bagi orang beriman untuk mengetuk kuasa Allah swt. Di samping itu, berdo’a juga bernilai ibadah. Nabi saw bersabda “do’a adalah senjatanya orang beriman”, 

Keampuhan senjata tergantung dari pemakainya (user), kasus ini dapat dianalogikan seperti pedang, pedang di tangan seorang pejuang yang kuat akan berfungsi untuk membunuh musuh-musuhnya, tetapi setajam apapun di tangan orang yang lumpuh pedang tidak lebih hanya sebatas pelengkap hiasan dinding belaka. Begitu juga do’a, keampuhan do’a tergantung oleh integritas ketaqwaan dan keimanan sang pendo’a. Semakin tinggi integritas ketaqwaan dan keimanannya serta intensitas kedekatakannya kepada Allah maka semakin ampuh daya dobrak do’a tersebut. Oleh karena itu, tidak bisa disalahkan banyak orang yang pergi ke orang ‘alim yang dianggap mempunyai integritas tinggi bermohon untuk di do’akan supaya urusannya menjadi mudah, perdagangannya supaya berkah, pencalonannya supaya jadi, ujiannya supaya lulus dan seterusnya 
Jenis do’a yang dibaca mungkin sama dengan do’a keseharian kita, tetapi karena pendo’anya berbeda maka hasilnya juga berbeda. Sama sama membaca basmalah, tetapi daya dobrak kekuatan basmalah tentu berbeda, itulah di antara rahasia di balik kekuatan do’a. Berdasarkan firman Allah Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS.2:186) Allah berjanji mengabulkan doa, minimal dua syarat ini terpenuhi.
Pertama, memenuhi segala perintahnya baik yang wajib maupun yang sunnah sekaligus menjauhi larangannya, baik yang haram maupun yang makruh atau lebih populer dikenal dengan istilah taqwa. Ketakwaan membawa intensitas kedekatan seorang hamba kepada Allah, semakin dekat kepada Allah maka do’a semakin berpeluang dikabulkannya do’a. Kedua, percaya sepenuh hati, tanpa ada keraguan sedikitpun, bahwa Allah akan mengabulkan untaian do’a yang dipanjatkan, karena Allah mengikuti prasangka hambanya. Dalam hadits qudsi dikatakan “aku (Allah) sesuai dengan prasangka hambaku”.
Apabila kedua syarat tersebut, dilakukan secara padu, maka Allah akan memberi garansi diterimanya sebuah do’a sebagaimana firman-Nya “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu...” (QS. 40:60). 

Do’a yang dipanjatkan dengan keyakinan dan integritas ke-mukmin-an yang tinggi pasti akan terkabul, ibarat kekuatan suprarasional doa yang dipinjam dari kekuatan tuhan tentunya setelah melakukan sebuah usaha (ikhtiyar) yang kuat. Tidak dibenarkan hanya dengan do’a semua masalah teratasi dengan baik. Do’a adalah sebuh konsep yang aktif bukan konsep agama yang pasif. Penguatan bathinnya adalah do’a, sedangkan kekuatan dhohirnya adalah iktiyar.
Artikel ini diterbitkan di surat pembaca Majalah Gatra, 2015, admin mengambil tulisan ini dari mwiyono.com

selain tulisan di atas kami juga mempersilahkan anda untuk membaca sebuah pelajaran jujur dari alam
Read More »

Senin, 30 Mei 2016

Sebuah Pelajaran Jujur dari Alam

Tidak ada yang memungkiri bahwa tujuan manusia hidup ini adalah untuk berbakti kepada Allah, dengan harapan besar supaya selmat dalam perjalanan dunia dan memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak. Untuk mendapatkannya. Adapun cara menempuh jalan selamat sangat beragam. Salah satunya adalah berbuat jujur, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Tulisan pendek ini akan mengajak pembaca untuk Mengambil Sebuah PELAJARAN JUJUR dari Alam Ciptaan Allah.

Mula mula yang harus dipahami terlebih dahulu adalah, meyakini bahwa apasaja yang diciptakan oleh Allah di marca pada ini mempunyai hikmah dan tujuan, disamping itu juga mempunyai beberapa pelajaran, hanya saja terkadang tidak --atau belum-- sampai terungkap secara detail dan terang, masih kabur oleh kurangnya penghayatan terhadap alam ciptaan ini. Al Qur'an sendiri tidak mengeksplorasi semua hewan ciptaannya dalam al Qur'an, akan tetapi lebah dikupas sedikit oleh al Qur'an dan bentangan selanjutnya manusia harus beri’tibar sendiri.

Termasuk kita bisa belajar jujur dari ciptaan Allah swt, kita ambil contoh belajar dari bunga melati. Bunga melati adalah pelajaran berharga yang patut di contoh, ia wangi dan putih sebagai lambang kepribadian putih dan jujur tembus baik dalam hati maupun perkataan dan perbuatan. Disamping itu melati juga mempunya aman untuk di petik. Tentu berbeda dengan mawar yang indah dipandang namun berduri.

Dalam contoh pepohonan, kejujuran diwakili oleh pohon Asam, di mana mulai dari akar, batang, kulit, daun muda maupun daun tuanya berasa asam, terlebih lagi buah asam itu sendiri. Lambang bagi manusia untuk berkata dan berbuat sejujur-jujurnya, yang meliputi  tindakan dan perbuatan serta ucapan selalu menyatu padu, tanpa kebohongan.

Tidak hanya itu, dari buah juga kita bisa belajar dari buah pisang, ia halus kulitnya dan halus pula isinya, lebih halus lagi andalah manggis, hal ini berbeda dengan kedondong yang tamapk luarnya halus tetapi isinya berduri, atau pula sebaliknya bagaikan buah rambutan, tampak luarnya kasar tapi dalamnya halus. Buah pisang mengajari kita untuk menjadi pribadi yang halus luar dalam.

Dalam ceritera pewayangan Mahabarata, Kejujuran diwakili oleh tokoh yang bernama Yudhistira, putra Pandu yang menikah dengan Dewi Kunti dan Dewi Madrim, Yudhistira memang tidak terlalu sakti tetapi kejujuran dan kesederhanaannya membuat ia mulia, selama hidupnya Yudhistira tidak pernah berbohong, juga tidak pernah menyakiti orang lain, hewan sekalipun. Sehingga Yudhistira tidak pernah musuh. Saking jujurnya ia diberi keistimewaan oleh dewa, kereta yang ditumpanginya tidak menyentuh tanah agar tidak ada hewan yang terlindah oleh roda kereta yang ditumpanginya.

Pernah suatu ketika ia dibujuk rayu untuk berbohong dengan memberikan kabar kepada pendeta Dorna, bawah Aswitama anak pedeta Dorna meninggal dalam peperangan, ia pun tetap bersikeras enggan, namun beberapa kali bujuk rayu datang kemudia Yudhistira mengatakan dengan nada pelan “…meninggal kudanya” memelankan nama Aswitama, sehingga pendeta Dorna sedih, sakit dan meninggal, kemudian Yudhistira menyesal dan derajatnya diturunkan seabgai ksatria biasa. Bahkan kereta yang ditumpangi menempel tanah. Itulah kisah yang menggambarkan prilaku Sakti karena dharma, mati karena karma

Lalu bagaimana dengan agama Islam, tentu ajaran kejujuran adalah salah satu ajaran penting dan pokok. Karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu sendiri berpangkal pada berdsarkan hadits,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ

Wajib atas kamu berbuat Jujur, Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan menunjukkan kepada Surga (Muttafaq 'Alaih)

Kebalikan sifat jujur adalah dusta, dusta termasuk orang orang yang dikutuk sehinga al Qur'an sendiri mengutuk kebohongan, Allah berfirman Qs. Adzariyat: 10:
قتل الخرصون
Terkutuklah orang orang pendusta

Jadi telah jelas kiranya paparan di atas, belajar kejujuran dari segala bentuk ciptaannya hingga dunia pewayangan, tak salah kan bila kita menggunakan belajar dari media apa saja?. Semoga kita dicatat oleh sebagai orang orang yang berbuat jujur. amiiin

Read More »